Cahaya siroh
Surat al-Fatihah, awal surat dalam al-Qur'an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam.
Bermula dari doa seorang muslim setiap harinya:
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
"Tunjukilah kami jalan yang lurus." (QS. al-Fatihah: 6)
Jalan lurus, yang oleh para mufassir ditafsirkan sebagai dienullah Islam itu, dengan gamblang digambarkan dengan ayat selanjutnya dalam al-Fatihah:
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ولاَ الضَّالِّينَ
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."
Di sinilah perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini;
1. Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah
2. Kelompok yang dimurkai Allah
3. Kelompok yang sesat
Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu. Generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Kelompok pertama, generasi yang merasakan nikmat Allah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Ibnu Katsir 1/140, al-Maktabah al-Syamilah) menjelaskan bahwa kelompok ini dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisa: 69-70,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا * ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. an-Nisa: 69-70)
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui."
Ada kata penghubung yang sama antara ayat ini dengan ayat dalam al-Fatihah di atas. Yaitu kata (أنعم) yaitu mereka yang telah dianugerahi nikmat. Sehingga Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat dalam al-Fatihah tersebut dengan ayat ini.
Mereka adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada' dan para shalihin. Kesemua yang hadir dalam dalam doa kita, adalah mereka yang telah meninggal.
Ini adalah perintah tersirat pertama agar kita rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka. Agar kita bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidup. Agar kemudian kita bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka merasakan.
Perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah. Ukiran sejarah abadi mengenang, agar menjadi pelajaran bagi setiap pembacanya.
Kelompok kedua, mereka yang dimurkai Allah.
Imam Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 1/141, al-Maktabah al-Syamilah) kembali menjelaskan bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok yang dimurkai adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal. Sehingga mereka dimurkai.
Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sejarah memang mencatat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad sekalipun, sesungguhnya tahu dengan yakin bahwa Muhammad adalah Nabi yang dijanjikan dalam kitab suci mereka akan hadir di akhir zaman.
Sekali lagi, mereka bukanlah masyarakat yang tidak berilmu. Justru mereka telah mengantongi informasi ilmu yang bahkan belum terjadi dan dijamin valid. Informasi itu bersumber pada wahyu yang telah mereka ketahui dari para pemimpin agama mereka.
"Demi Allah, sungguh telah jelas bagi kalian semua bahwa dia adalah Rasul yang diutus. Dan dialah yang sesungguhnya yang kalian jumpai dalam kitab kalian...." kalimat ini bukanlah kalimat seorang shahabat yang sedang bedakwah di hadapan Yahudi. Tetapi ini adalah pernyataan Ka'ab bin Asad, pemimpin Yahudi Bani Quraidzah. Dia sedang membuka ruang dialog dengan masyarakatnya yang dikepung oleh 3000 pasukan muslimin, untuk menentukan keputusan yang akan mereka ambil.
Maka benar, bahwa Yahudi telah memiliki ilmu yang matang, tetapi mereka tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Inilah yang disebut oleh Surat al-Fatihah sebagai masyarakat yang dimurkai. Para ulama menjelaskan bahwa tidaklah kaum Bani Israil itu diberi nama Yahudi dalam al-Qur'an kecuali dikarenakan setelah menjadi masyarakat yang rusak.
Rangkaian doa kita setiap hari ini menyiratkan pentingnya belajar sejarah. Untuk bisa mengetahui detail bangsa dimurkai tersebut, bagaimana mereka, seperti apa kedurhakaan mereka, ilmu apa saja yang mereka ketahui dan mereka langgar sendiri, apa saja ulah mereka dalam menutup mata hati mereka sehingga mereka berbuat tidak sejalan dengan ilmu kebenaran yang ada dalam otak mereka. Sejarah mereka mengungkap semuanya.
Kelompok ketiga, mereka yang sesat.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa bagian dari penafsirannya adalah masyarakat nasrani. Masyarakat ini disebut sesat karena mereka memang tidak mempunyai ilmu. Persis seperti orang yang hendak berjalan menuju suatu tempat tetapi tidak mempunyai kejelasan ilmu tentang tempat yang dituju. Pasti dia akan tersesat jalan.
Kelompok ketiga ini kehilangan ilmu walaupun mereka masih beramal.
Masyarakat ini mengikuti para pemimpin agamanya tanpa ilmu. Menjadikan mereka perpanjangan lidah tuhan. Sehingga para pemimpin agamanya bisa berbuat semaunya, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
Sebagaimana yang jelas tercantum dalam ayat:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (Qs. at-Taubah: 31)
Kisah' Adi bin Hatim berikut ini menjelaskan dan menguatkan ayat di atas,
عَنْ عَدِىِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ. قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ. قَالَ : أَجَلْ وَلَكِنْ يُحِلُّونَ لَهُمْ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُونَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فَيُحَرِّمُونَهُ فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ
Dari 'Adi bin Hatim radhiallahu anhu berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan di leherku ada salib terbuat dari emas, aku kemudian mendengar beliau membaca ayat: (Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah
Aku menyatakan: Ya Rasulullah sebenarnya mereka tidak menyembah rahib-rahib itu.
Nabi menjawab: Benar. Tetapi para rahib itu menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka itulah peribadatan kepada para rahib itu. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syekh al-Albani)
Bagaimanakah mereka masyarakat nasrani menjalani kehidupan beragama mereka? Bagaimanakah mereka menjadikan pemimpin agama mereka menjadi perwakilan tuhan dalam arti boleh membuat syariat sendiri? Di manakah kesesatan mereka dan apa efeknya bagi umat Islam dan peradaban dunia?
Semuanya dicatat oleh sejarah.
Inilah doa yang selama ini kita mohonkan dalam jumlah yang paling sering dalam keseharian kita.
Al-Fatihah yang merupakan surat pertama. Bahkan surat pertama yang biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat ini. Surat utama yang paling sering kita baca. Surat yang mengandung doa yang paling sering kita panjatkan.
Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat. Maka sangat penting kita memperhatikan kandungan surat yang paling akrab dengan kita ini.
Agar terbukti dengan baik dan benar doa kita;
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ .
Surat al-Fatihah, awal surat dalam al-Qur'an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam.
Bermula dari doa seorang muslim setiap harinya:
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
"Tunjukilah kami jalan yang lurus." (QS. al-Fatihah: 6)
Jalan lurus, yang oleh para mufassir ditafsirkan sebagai dienullah Islam itu, dengan gamblang digambarkan dengan ayat selanjutnya dalam al-Fatihah:
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ولاَ الضَّالِّينَ
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."
Di sinilah perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini;
1. Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah
2. Kelompok yang dimurkai Allah
3. Kelompok yang sesat
Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu. Generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Kelompok pertama, generasi yang merasakan nikmat Allah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Ibnu Katsir 1/140, al-Maktabah al-Syamilah) menjelaskan bahwa kelompok ini dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisa: 69-70,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا * ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. an-Nisa: 69-70)
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui."
Ada kata penghubung yang sama antara ayat ini dengan ayat dalam al-Fatihah di atas. Yaitu kata (أنعم) yaitu mereka yang telah dianugerahi nikmat. Sehingga Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat dalam al-Fatihah tersebut dengan ayat ini.
Mereka adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada' dan para shalihin. Kesemua yang hadir dalam dalam doa kita, adalah mereka yang telah meninggal.
Ini adalah perintah tersirat pertama agar kita rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka. Agar kita bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidup. Agar kemudian kita bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka merasakan.
Perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah. Ukiran sejarah abadi mengenang, agar menjadi pelajaran bagi setiap pembacanya.
Kelompok kedua, mereka yang dimurkai Allah.
Imam Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 1/141, al-Maktabah al-Syamilah) kembali menjelaskan bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok yang dimurkai adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal. Sehingga mereka dimurkai.
Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sejarah memang mencatat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad sekalipun, sesungguhnya tahu dengan yakin bahwa Muhammad adalah Nabi yang dijanjikan dalam kitab suci mereka akan hadir di akhir zaman.
Sekali lagi, mereka bukanlah masyarakat yang tidak berilmu. Justru mereka telah mengantongi informasi ilmu yang bahkan belum terjadi dan dijamin valid. Informasi itu bersumber pada wahyu yang telah mereka ketahui dari para pemimpin agama mereka.
"Demi Allah, sungguh telah jelas bagi kalian semua bahwa dia adalah Rasul yang diutus. Dan dialah yang sesungguhnya yang kalian jumpai dalam kitab kalian...." kalimat ini bukanlah kalimat seorang shahabat yang sedang bedakwah di hadapan Yahudi. Tetapi ini adalah pernyataan Ka'ab bin Asad, pemimpin Yahudi Bani Quraidzah. Dia sedang membuka ruang dialog dengan masyarakatnya yang dikepung oleh 3000 pasukan muslimin, untuk menentukan keputusan yang akan mereka ambil.
Maka benar, bahwa Yahudi telah memiliki ilmu yang matang, tetapi mereka tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Inilah yang disebut oleh Surat al-Fatihah sebagai masyarakat yang dimurkai. Para ulama menjelaskan bahwa tidaklah kaum Bani Israil itu diberi nama Yahudi dalam al-Qur'an kecuali dikarenakan setelah menjadi masyarakat yang rusak.
Rangkaian doa kita setiap hari ini menyiratkan pentingnya belajar sejarah. Untuk bisa mengetahui detail bangsa dimurkai tersebut, bagaimana mereka, seperti apa kedurhakaan mereka, ilmu apa saja yang mereka ketahui dan mereka langgar sendiri, apa saja ulah mereka dalam menutup mata hati mereka sehingga mereka berbuat tidak sejalan dengan ilmu kebenaran yang ada dalam otak mereka. Sejarah mereka mengungkap semuanya.
Kelompok ketiga, mereka yang sesat.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa bagian dari penafsirannya adalah masyarakat nasrani. Masyarakat ini disebut sesat karena mereka memang tidak mempunyai ilmu. Persis seperti orang yang hendak berjalan menuju suatu tempat tetapi tidak mempunyai kejelasan ilmu tentang tempat yang dituju. Pasti dia akan tersesat jalan.
Kelompok ketiga ini kehilangan ilmu walaupun mereka masih beramal.
Masyarakat ini mengikuti para pemimpin agamanya tanpa ilmu. Menjadikan mereka perpanjangan lidah tuhan. Sehingga para pemimpin agamanya bisa berbuat semaunya, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
Sebagaimana yang jelas tercantum dalam ayat:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (Qs. at-Taubah: 31)
Kisah' Adi bin Hatim berikut ini menjelaskan dan menguatkan ayat di atas,
عَنْ عَدِىِّ بْنِ حَاتِمٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ. قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ. قَالَ : أَجَلْ وَلَكِنْ يُحِلُّونَ لَهُمْ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُونَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فَيُحَرِّمُونَهُ فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ
Dari 'Adi bin Hatim radhiallahu anhu berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan di leherku ada salib terbuat dari emas, aku kemudian mendengar beliau membaca ayat: (Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah
Aku menyatakan: Ya Rasulullah sebenarnya mereka tidak menyembah rahib-rahib itu.
Nabi menjawab: Benar. Tetapi para rahib itu menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka itulah peribadatan kepada para rahib itu. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syekh al-Albani)
Bagaimanakah mereka masyarakat nasrani menjalani kehidupan beragama mereka? Bagaimanakah mereka menjadikan pemimpin agama mereka menjadi perwakilan tuhan dalam arti boleh membuat syariat sendiri? Di manakah kesesatan mereka dan apa efeknya bagi umat Islam dan peradaban dunia?
Semuanya dicatat oleh sejarah.
Inilah doa yang selama ini kita mohonkan dalam jumlah yang paling sering dalam keseharian kita.
Al-Fatihah yang merupakan surat pertama. Bahkan surat pertama yang biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat ini. Surat utama yang paling sering kita baca. Surat yang mengandung doa yang paling sering kita panjatkan.
Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat. Maka sangat penting kita memperhatikan kandungan surat yang paling akrab dengan kita ini.
Agar terbukti dengan baik dan benar doa kita;
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ .
(Sebuah Urutan Membangun Generasi)
Jika isi kurikulum pendidikan begitu berkualitas. Telah dikaji oleh para ahli. Dirumuskan dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu berlandaskan penilitian yang mendalam. Dalam rentang waktu yang tidak bisa dibilang pendek. Bukankah luar biasa kurikulum seperti ini?
Tetapi, bagaimana jadinya jika kurikulum yang sudah luar biasa itu disampaikan dengan urutan yang beracak. Tidak diperhatikan kapan ilmu tertentu disampaikan. Juga tidak dianalisa porsi sebuah ilmu diajarkan pada fase tertentu. Tidak jelas ilmu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan.
Hanya urutan. Hanya urutan...? Tidak hanya!
Bagaimana mau berhasil kalau kurikulum matematika kelas 1 SD umpamanya, diajarkan di kelas 6 SD. Dan sebaliknya, IPA kelas 6 SD dijejalkan di kelas 1 SD. Pelajaran fikih hudud (hukuman pengadilan) diajarkan di usia awal. Sementara menghapal al-Qur’an baru dimulai di usia senja (itupun kalau mulai).
Kurikulum dengan kualitas istimewa, seistimewa apapun pasti tidak akan menghasilkan generasi yang diharapkan jika tidak dipadu dengan urutan penyampaiannya. (Hanya) salah urutan.
Di sinilah pentingnya melihat urutan kehadiran manusia paling mulia, Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam dalam seluruh fase kehidupannya. Karena seluruh kehidupan beliau bukan saja menarik untuk dikaji tetapi selalu ada keteladanan dan pelajaran bagi kehidupan kita.
Jika dibagi secara garis besar, kehidupan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam melalui 3 fase besar. Masing-masing fase menggambarkan dengan sangat gamblang urutan kurikulum melahirkan generasi peradaban mulia. Ketiga fase itu adalah:
1. 0 – 40 tahun Fase Persiapan
2. 40 – 53 tahun Fase Makkiyyah
3. 53 – 63 tahun Fase Madaniyyah
Fase Persiapan
Usia 0 – 40 tahun kita sebut sebagai fase persiapan. Karena Muhammad shallallahu alaihi wasallam mencapai puncak kehidupan pada usia kira-kira 40 tahun. Pada usia itulah beliau mencapai prestasi tertinggi manusia di muka bumi ini. Yaitu menjadi pemimpin bagi seluruh manusia di dunia dan akhirat; menjadi Nabi.
Risalah (Tugas Kerasulan) adalah merupakan hak penuh Allah subhanahu wata’ala untuk diberikan kepada siapa yang Dikehendaki. Sebagaimana firman-Nya,
اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Qs. Al-An’am: 124)
Membaca penjelasan shahabat mulia Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berikut ini, kita akan memahami ternyata hak penuh Allah subhanahu wata’ala tersebut tidak diberikan kepada sembarang orang.
عن ابن مسعود قال : إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ اْلعِباَدِ فَاخْتاَرَ مُحَمَّدًا - صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَبَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ وَانْتَخَبَهُ بِعِلْمِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ النَّاسِ بَعْدَهُ فَاخْتَارَ لَهُ أَصْحَابًا فَجَعَلَهُمْ أَنْصَارَ دِيْنِهِ وَوُزَرَاءِ نَبِـيِّهِ
Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Allah melihat hati-hati hamba, maka Dia memilih Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Kemudian Dia mengutusnya dengan tugas kerasulan dan memilihnya dengan ilmu-Nya. Kemudian melihat hati-hati manusia setelahnya, maka Dia memilih baginya shahabat-shahabat. Maka Dia menjadikan mereka penolong agama-Nya dan pembantu-pembantu Nabi-Nya.” (ath-Thayalisi no. 246, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/375, dihasankan sanadnya oleh as-Sakhawi dan al-Albani dan dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, lihat silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah no. 533)
Ternyata Muhammad shalallahu'alaihi wassallam dan para shahabatnya adalah pilihan di antara seluruh manusia. Faktornya satu; kebersihan hati.
Terbayangkan kah oleh kita, betapa beratnya membersihkan hati dan kehidupan di tengah carut marut sistim Jahiliyyah seperti Mekah ketika itu. Bukankah hari ini, di tengah masyarakat muslim ini banyak yang menyerah dalam pembersihan jiwanya dengan berdalih arus sistim sangat kuat.
Selain itu, sunnatullah bicara bahwa untuk menjadi orang besar memerlukan persiapan yang luar biasa. Apalagi ini adalah puncak kebesaran; menjadi seorang Rasul. Pasti bukanlah sebuah kebetulan, juga bukan ketidaksengajaan, apalagi tiba-tiba.
Untuk itulah 0-40 tahun usia Nabi adalah fase persiapan untuk menjadi orang besar.
Fase Makkiyyah
40-53 tahun adalah usia Nabi di fase Makkiyyah (Mekah). Rentang 13 tahun tersebut adalah sebuah fase membangun pondasi keislaman. Pondasi aqidah ataupun pondasi akhlak. Sebelum taklif (beban) Islam diberikan berupa ibadah dan aturan muamalah.
Inilah pondasi yang kokoh dengan kesabaran di rentang waktu yang tidak sebentar. Karena yang akan dibangun adalah bangunan Islam yang besar dan menjulang.
Berikut ini beberapa karakter fase ini:
1. Fase Mekah adalah fase ta’sis (pondasi permulaan).
* Semua nilai perjuangan yang mampu menjelaskan kata ta’sis akan menjadi karakter untuk masa ini. Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menghabiskan waktu dan potensi diri dan shahabatnya hanya untuk mendiskusikan politik Romawi dan persia sebagai penguasa bumi saat itu. Tetapi lebih sibuk membangun SDM pemimpin bumi saat nanti tiba masanya Islam Menggantikan dua imperium tersebut. Bukankah Nabi berikut shahabatnya tidak menghancurkan wujud patung-patung di sekitar Ka’bah, sebelum patung-patung itu hancur di hati masyarakat Mekah. Bukankah Nabi menyiapkan pondasi untuk seluruh rencana bangunan utuh peradaban Islam. Pondasi itu adalah aqidah yang murni dan kokoh, berikut akhlak yang berkilau penuh kemuliaan.
2. Dominan membangun manusia dibandingkan membangun sistim
* Sistim tetap dibangun oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Terutama sistim untuk pengamanan tunas dakwah yang rawan rontok karena arogansi kemusyrikan. Tetapi beliau tidak disibukkan membangun sistim sehingga melupakan tugas utama dalam membangun SDM. Nabi tidak mengajak shahabat berdiskusi tentang sistim negara Islam yang akan dibangun; ekonomi, politik, keamanan, pasukan dan sebagainya.
* Yang ada adalah membangun generasi yang beriman dengan iman yang lebih kokoh dari tancapan gunung. Berilmu yang lebih luas dari samudera yang masih bertepi. Bermoral yang kilaunya lebih memancar dari berlian.
3. Pembagian Fase Makkiyyah
* 13 tahun ini dibagi dua: 10 tahun untuk membangun pondasi SDM sambil mencari tempat. 3 tahun sisanya untuk menyiapkan tempat, sebagai permulaan membangun sistim kekuasaan.
* 10 tahun yang pertama dibagi dua: 3 tahun dakwah dari individu ke individu dan orang-orang terdekat tanpa mengumumkan secara terbuka konsep barunya. 7 tahun dakwah terbuka, menyampaikan ajaran Islam yang asing bagi masyarakat dengan semua resiko yang harus dihadapi.
4. Taklif ibadah ada, tetapi tidak melebihi kuantitas penanaman aqidah
* Tercatat hanya beberapa ibadah penting yang sudah diturunkan sejak di Mekah. Bahkan shalat 5 waktu yang wajib pun baru diturunkan perintahnya pada sekitar satu tahun menjelang hijrah; artinya setelah 12 tahun penanaman aqidah.
* Bisa dikatakan bahwa hikmah ibadah yang diturunkan di fase Mekah untuk melatih membawa beban. Karena kelak di Madinah, beban akan dipikulkan hingga yang terberat sekalipun seperti jihad. Mereka yang pernah berlatih dan terlatih, akan terasa ringan dengan beban berikutnya dengan tingkat resiko yang lebih tinggi.
* Ibadah di fase ini juga merupakan aktifitas spiritual mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebuah nilai mahal yang berfungsi untuk menjaga ketahanan iman dan kesabaran fisik selama masa tekanan di fase ta’sis.
Fase Madaniyyah
53-63 tahun adalah usia Nabi di fase Madinah. 10 tahun ini merupakan fase maksimalisasi taklif (beban ibadah), akad muamalah untuk kekuasaan dan penerapan sistim Islam.
Surat al-Baqarah mewakili suasana ini. Inilah surat yang pertama turun di fase Madinah (al-Athlas al-Tarikhi li Sirah al-Rasul, Sami al-Maghluts, Maktabah al-‘Ubaikan, h. 105). Al-Baqarah masih membawa suasana surat-surat Makkiyyah tetapi sudah dominan bicara tema-tema Madaniyyah yang baru.
Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah-kisah umat terdahulu. Padahal kisah umat terdahulu adalah merupakan tema ayat-ayat Makkiyyah.
Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah Adam dan Iblis, kisah pertarungan pertama antara al-Haq dan al-Bathil. Kisah Adam dan Iblis adalah merupakan tema yang dibahas di ayat-ayat Makkiyyah. (Lihat: Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Manna’ al-Qaththan, h. 59)
Sisa ayatnya lebih banyak tentang pembahasan khas Madinah berupa ibadah dan sistim muamalah dalam Islam. Shalat, zakat, puasa, haji dan umroh, hukum qishash, hukum halal haram, hukum khomr dan judi, larangan riba, hutang piutang, hukum sumpah, wasiat, hukum haidh, talak, masa iddah, khulu’, ila’, susuan, hukum seputar pernikahan dan juga perang.
Subhanallah, sangat luar biasa bukan, urutan al-Qur’an dalam membangun peradaban. Al-Baqarah yang mengakhiri sebuah fase masih mengingatkan tema terdahulu. Al-Baqarah yang mengawali sebuah fase membuka tema-tema yang merupakan konsentrasi fase ini.
Berikut ini beberapa karakter fase ini:
1. Membangun sistim negara menjadi konsentrasi awal fase ini
* Memaksimalkan fungsi masjid, mempersaudarakan sesama muslim dengan ikatan melebihi persaudaraan nasab belaka, membuat perjanjian dengan non muslim dalam kerjasama, membangun ekonomi umat.
* Kesemuanya adalah aktifitas Nabi di awal kaki beliau menapaki jalanan Kota Iman tersebut. Dan semua itu adalah variabel sebuah negara Islami.
2. Dominan taklif
* Madinah bukan lagi Mekah yang masih membangun pondasi. Masyarakat muslim telah siap. Siap untuk mendapatkan beban seberat apapun. Setelah tahun pertama digunakan untuk menanamkan variabel negara, tahun kedua adalah tahun turunnya taklif (beban ibadah). Terhitung pada tahun kedua ini perintah puasa diturunkan, zakat, hingga jihad. Karena masyarakat telah kokoh pondasinya, maka beban tak lagi menjadi beban. Beban yang bahkan bisa dinikmati.
* Tentu, tetap saja tema membangun aqidah dan akhlak merupakan hal yang terus diingatkan sepanjang fase Madinah. Tetapi, taklif adalah dominasi fase ini.
3. Pembagian fase Madaniyyah
* Fase ini bisa dibagi menjadi 5:
1. 1H: Menanamkan variabel penerapan sistim Islam dan kekuasaan
1. 2H – 5H: Masa perjuangan karena reaksi musuh Islam
2. 5H – 6H: Masa pertama musuh Islam mulai menyerah satu per satu
3. 7H: Masa ekspansi Islam lebih luas
4. 8H – 11H: Masa kemenangan dengan grafik terus meningkat
Sebuah strategi nabawi yang sangat rapi dan sistematis.
Kalau kita ramu ulang 3 fase tersebut akan menghasilkan poin sebagai berikut:
Bersabarlah diri dalam mempersiapkan diri. Karena Nabi shalallahu 'alaihi wassallam lebih banyak menghabiskan usianya untuk persiapan (40 tahun) di bandingkan perjuangan (23 tahun)
Yang bersabar dalam membangun diri menjadi mukmin sejati, tidak akan terjatuh saat memasuki hasil berupa kekuasaan dan harta. Bagi Nabi, shalallahu 'alaihi wassallam berbanding 13 tahun : 10 tahun.
Aqidah dan akhlak sebelum ibadah dan muamalah
Dengan urutan ini, tidaklah Rasul wafat kecuali Islam telah membuka seluruh jazirah Arab. Setelah sebelumnya hanya sebuah kota kecil yang bernama Madinah.
Inilah utuhnya. Utuhnya sebuah strategi dan urutan membangun peradaban sekaligus dalam mendidik generasi pembangun peradaban itu. Untuk sebuah hasil utuh dan maksimal. Agar hari ini kita mampu mengulang masa kebesaran shahabat Nabi.
Cacat pada sebagian urutan, akan berefek cacat pada sebagian hasilnya. Prosentase kegagalan dan lubang keberhasilan seiring sejalan dengan prosentase kegagalan dalam menerapkan urutan.
Kurikulum pendidikan bagi generasi kita hari ini yang ditugasi Nabi untuk mengembalikan masa kebesaran shahabat beliau dulu, harus mengikuti urutan tersebut.
Dari masa persiapan untuk kemapanan pribadi muslim, menuju perjuangan membangun pondasi aqidah dan akhlak pada diri dan masyarakat, hingga perjuangan menuju penerapan utuh sistim Islam dan kekuasaan. Untuk akhirnya meninggalkan dunia menghadap sang Robb dengan membawa amal shalih peradaban.
Jika isi kurikulum pendidikan begitu berkualitas. Telah dikaji oleh para ahli. Dirumuskan dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu berlandaskan penilitian yang mendalam. Dalam rentang waktu yang tidak bisa dibilang pendek. Bukankah luar biasa kurikulum seperti ini?
Tetapi, bagaimana jadinya jika kurikulum yang sudah luar biasa itu disampaikan dengan urutan yang beracak. Tidak diperhatikan kapan ilmu tertentu disampaikan. Juga tidak dianalisa porsi sebuah ilmu diajarkan pada fase tertentu. Tidak jelas ilmu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan.
Hanya urutan. Hanya urutan...? Tidak hanya!
Bagaimana mau berhasil kalau kurikulum matematika kelas 1 SD umpamanya, diajarkan di kelas 6 SD. Dan sebaliknya, IPA kelas 6 SD dijejalkan di kelas 1 SD. Pelajaran fikih hudud (hukuman pengadilan) diajarkan di usia awal. Sementara menghapal al-Qur’an baru dimulai di usia senja (itupun kalau mulai).
Kurikulum dengan kualitas istimewa, seistimewa apapun pasti tidak akan menghasilkan generasi yang diharapkan jika tidak dipadu dengan urutan penyampaiannya. (Hanya) salah urutan.
Di sinilah pentingnya melihat urutan kehadiran manusia paling mulia, Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam dalam seluruh fase kehidupannya. Karena seluruh kehidupan beliau bukan saja menarik untuk dikaji tetapi selalu ada keteladanan dan pelajaran bagi kehidupan kita.
Jika dibagi secara garis besar, kehidupan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam melalui 3 fase besar. Masing-masing fase menggambarkan dengan sangat gamblang urutan kurikulum melahirkan generasi peradaban mulia. Ketiga fase itu adalah:
1. 0 – 40 tahun Fase Persiapan
2. 40 – 53 tahun Fase Makkiyyah
3. 53 – 63 tahun Fase Madaniyyah
Fase Persiapan
Usia 0 – 40 tahun kita sebut sebagai fase persiapan. Karena Muhammad shallallahu alaihi wasallam mencapai puncak kehidupan pada usia kira-kira 40 tahun. Pada usia itulah beliau mencapai prestasi tertinggi manusia di muka bumi ini. Yaitu menjadi pemimpin bagi seluruh manusia di dunia dan akhirat; menjadi Nabi.
Risalah (Tugas Kerasulan) adalah merupakan hak penuh Allah subhanahu wata’ala untuk diberikan kepada siapa yang Dikehendaki. Sebagaimana firman-Nya,
اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Qs. Al-An’am: 124)
Membaca penjelasan shahabat mulia Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berikut ini, kita akan memahami ternyata hak penuh Allah subhanahu wata’ala tersebut tidak diberikan kepada sembarang orang.
عن ابن مسعود قال : إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ اْلعِباَدِ فَاخْتاَرَ مُحَمَّدًا - صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَبَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ وَانْتَخَبَهُ بِعِلْمِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ النَّاسِ بَعْدَهُ فَاخْتَارَ لَهُ أَصْحَابًا فَجَعَلَهُمْ أَنْصَارَ دِيْنِهِ وَوُزَرَاءِ نَبِـيِّهِ
Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Allah melihat hati-hati hamba, maka Dia memilih Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Kemudian Dia mengutusnya dengan tugas kerasulan dan memilihnya dengan ilmu-Nya. Kemudian melihat hati-hati manusia setelahnya, maka Dia memilih baginya shahabat-shahabat. Maka Dia menjadikan mereka penolong agama-Nya dan pembantu-pembantu Nabi-Nya.” (ath-Thayalisi no. 246, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/375, dihasankan sanadnya oleh as-Sakhawi dan al-Albani dan dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, lihat silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah no. 533)
Ternyata Muhammad shalallahu'alaihi wassallam dan para shahabatnya adalah pilihan di antara seluruh manusia. Faktornya satu; kebersihan hati.
Terbayangkan kah oleh kita, betapa beratnya membersihkan hati dan kehidupan di tengah carut marut sistim Jahiliyyah seperti Mekah ketika itu. Bukankah hari ini, di tengah masyarakat muslim ini banyak yang menyerah dalam pembersihan jiwanya dengan berdalih arus sistim sangat kuat.
Selain itu, sunnatullah bicara bahwa untuk menjadi orang besar memerlukan persiapan yang luar biasa. Apalagi ini adalah puncak kebesaran; menjadi seorang Rasul. Pasti bukanlah sebuah kebetulan, juga bukan ketidaksengajaan, apalagi tiba-tiba.
Untuk itulah 0-40 tahun usia Nabi adalah fase persiapan untuk menjadi orang besar.
Fase Makkiyyah
40-53 tahun adalah usia Nabi di fase Makkiyyah (Mekah). Rentang 13 tahun tersebut adalah sebuah fase membangun pondasi keislaman. Pondasi aqidah ataupun pondasi akhlak. Sebelum taklif (beban) Islam diberikan berupa ibadah dan aturan muamalah.
Inilah pondasi yang kokoh dengan kesabaran di rentang waktu yang tidak sebentar. Karena yang akan dibangun adalah bangunan Islam yang besar dan menjulang.
Berikut ini beberapa karakter fase ini:
1. Fase Mekah adalah fase ta’sis (pondasi permulaan).
* Semua nilai perjuangan yang mampu menjelaskan kata ta’sis akan menjadi karakter untuk masa ini. Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menghabiskan waktu dan potensi diri dan shahabatnya hanya untuk mendiskusikan politik Romawi dan persia sebagai penguasa bumi saat itu. Tetapi lebih sibuk membangun SDM pemimpin bumi saat nanti tiba masanya Islam Menggantikan dua imperium tersebut. Bukankah Nabi berikut shahabatnya tidak menghancurkan wujud patung-patung di sekitar Ka’bah, sebelum patung-patung itu hancur di hati masyarakat Mekah. Bukankah Nabi menyiapkan pondasi untuk seluruh rencana bangunan utuh peradaban Islam. Pondasi itu adalah aqidah yang murni dan kokoh, berikut akhlak yang berkilau penuh kemuliaan.
2. Dominan membangun manusia dibandingkan membangun sistim
* Sistim tetap dibangun oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Terutama sistim untuk pengamanan tunas dakwah yang rawan rontok karena arogansi kemusyrikan. Tetapi beliau tidak disibukkan membangun sistim sehingga melupakan tugas utama dalam membangun SDM. Nabi tidak mengajak shahabat berdiskusi tentang sistim negara Islam yang akan dibangun; ekonomi, politik, keamanan, pasukan dan sebagainya.
* Yang ada adalah membangun generasi yang beriman dengan iman yang lebih kokoh dari tancapan gunung. Berilmu yang lebih luas dari samudera yang masih bertepi. Bermoral yang kilaunya lebih memancar dari berlian.
3. Pembagian Fase Makkiyyah
* 13 tahun ini dibagi dua: 10 tahun untuk membangun pondasi SDM sambil mencari tempat. 3 tahun sisanya untuk menyiapkan tempat, sebagai permulaan membangun sistim kekuasaan.
* 10 tahun yang pertama dibagi dua: 3 tahun dakwah dari individu ke individu dan orang-orang terdekat tanpa mengumumkan secara terbuka konsep barunya. 7 tahun dakwah terbuka, menyampaikan ajaran Islam yang asing bagi masyarakat dengan semua resiko yang harus dihadapi.
4. Taklif ibadah ada, tetapi tidak melebihi kuantitas penanaman aqidah
* Tercatat hanya beberapa ibadah penting yang sudah diturunkan sejak di Mekah. Bahkan shalat 5 waktu yang wajib pun baru diturunkan perintahnya pada sekitar satu tahun menjelang hijrah; artinya setelah 12 tahun penanaman aqidah.
* Bisa dikatakan bahwa hikmah ibadah yang diturunkan di fase Mekah untuk melatih membawa beban. Karena kelak di Madinah, beban akan dipikulkan hingga yang terberat sekalipun seperti jihad. Mereka yang pernah berlatih dan terlatih, akan terasa ringan dengan beban berikutnya dengan tingkat resiko yang lebih tinggi.
* Ibadah di fase ini juga merupakan aktifitas spiritual mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebuah nilai mahal yang berfungsi untuk menjaga ketahanan iman dan kesabaran fisik selama masa tekanan di fase ta’sis.
Fase Madaniyyah
53-63 tahun adalah usia Nabi di fase Madinah. 10 tahun ini merupakan fase maksimalisasi taklif (beban ibadah), akad muamalah untuk kekuasaan dan penerapan sistim Islam.
Surat al-Baqarah mewakili suasana ini. Inilah surat yang pertama turun di fase Madinah (al-Athlas al-Tarikhi li Sirah al-Rasul, Sami al-Maghluts, Maktabah al-‘Ubaikan, h. 105). Al-Baqarah masih membawa suasana surat-surat Makkiyyah tetapi sudah dominan bicara tema-tema Madaniyyah yang baru.
Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah-kisah umat terdahulu. Padahal kisah umat terdahulu adalah merupakan tema ayat-ayat Makkiyyah.
Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah Adam dan Iblis, kisah pertarungan pertama antara al-Haq dan al-Bathil. Kisah Adam dan Iblis adalah merupakan tema yang dibahas di ayat-ayat Makkiyyah. (Lihat: Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Manna’ al-Qaththan, h. 59)
Sisa ayatnya lebih banyak tentang pembahasan khas Madinah berupa ibadah dan sistim muamalah dalam Islam. Shalat, zakat, puasa, haji dan umroh, hukum qishash, hukum halal haram, hukum khomr dan judi, larangan riba, hutang piutang, hukum sumpah, wasiat, hukum haidh, talak, masa iddah, khulu’, ila’, susuan, hukum seputar pernikahan dan juga perang.
Subhanallah, sangat luar biasa bukan, urutan al-Qur’an dalam membangun peradaban. Al-Baqarah yang mengakhiri sebuah fase masih mengingatkan tema terdahulu. Al-Baqarah yang mengawali sebuah fase membuka tema-tema yang merupakan konsentrasi fase ini.
Berikut ini beberapa karakter fase ini:
1. Membangun sistim negara menjadi konsentrasi awal fase ini
* Memaksimalkan fungsi masjid, mempersaudarakan sesama muslim dengan ikatan melebihi persaudaraan nasab belaka, membuat perjanjian dengan non muslim dalam kerjasama, membangun ekonomi umat.
* Kesemuanya adalah aktifitas Nabi di awal kaki beliau menapaki jalanan Kota Iman tersebut. Dan semua itu adalah variabel sebuah negara Islami.
2. Dominan taklif
* Madinah bukan lagi Mekah yang masih membangun pondasi. Masyarakat muslim telah siap. Siap untuk mendapatkan beban seberat apapun. Setelah tahun pertama digunakan untuk menanamkan variabel negara, tahun kedua adalah tahun turunnya taklif (beban ibadah). Terhitung pada tahun kedua ini perintah puasa diturunkan, zakat, hingga jihad. Karena masyarakat telah kokoh pondasinya, maka beban tak lagi menjadi beban. Beban yang bahkan bisa dinikmati.
* Tentu, tetap saja tema membangun aqidah dan akhlak merupakan hal yang terus diingatkan sepanjang fase Madinah. Tetapi, taklif adalah dominasi fase ini.
3. Pembagian fase Madaniyyah
* Fase ini bisa dibagi menjadi 5:
1. 1H: Menanamkan variabel penerapan sistim Islam dan kekuasaan
1. 2H – 5H: Masa perjuangan karena reaksi musuh Islam
2. 5H – 6H: Masa pertama musuh Islam mulai menyerah satu per satu
3. 7H: Masa ekspansi Islam lebih luas
4. 8H – 11H: Masa kemenangan dengan grafik terus meningkat
Sebuah strategi nabawi yang sangat rapi dan sistematis.
Kalau kita ramu ulang 3 fase tersebut akan menghasilkan poin sebagai berikut:
Bersabarlah diri dalam mempersiapkan diri. Karena Nabi shalallahu 'alaihi wassallam lebih banyak menghabiskan usianya untuk persiapan (40 tahun) di bandingkan perjuangan (23 tahun)
Yang bersabar dalam membangun diri menjadi mukmin sejati, tidak akan terjatuh saat memasuki hasil berupa kekuasaan dan harta. Bagi Nabi, shalallahu 'alaihi wassallam berbanding 13 tahun : 10 tahun.
Aqidah dan akhlak sebelum ibadah dan muamalah
Dengan urutan ini, tidaklah Rasul wafat kecuali Islam telah membuka seluruh jazirah Arab. Setelah sebelumnya hanya sebuah kota kecil yang bernama Madinah.
Inilah utuhnya. Utuhnya sebuah strategi dan urutan membangun peradaban sekaligus dalam mendidik generasi pembangun peradaban itu. Untuk sebuah hasil utuh dan maksimal. Agar hari ini kita mampu mengulang masa kebesaran shahabat Nabi.
Cacat pada sebagian urutan, akan berefek cacat pada sebagian hasilnya. Prosentase kegagalan dan lubang keberhasilan seiring sejalan dengan prosentase kegagalan dalam menerapkan urutan.
Kurikulum pendidikan bagi generasi kita hari ini yang ditugasi Nabi untuk mengembalikan masa kebesaran shahabat beliau dulu, harus mengikuti urutan tersebut.
Dari masa persiapan untuk kemapanan pribadi muslim, menuju perjuangan membangun pondasi aqidah dan akhlak pada diri dan masyarakat, hingga perjuangan menuju penerapan utuh sistim Islam dan kekuasaan. Untuk akhirnya meninggalkan dunia menghadap sang Robb dengan membawa amal shalih peradaban.




